Thursday, May 31, 2012

Nobel adalah



Gara gara pelajaran perekonomian Indonesia ngomongin nobel, nah gue sendiri masih kurang ngert nobel itu apa. Kita pasti sering mendengar istilah Hadiah Nobel atau Penghargaan Nobel. Ya, Nobel adalah hadiah atau penghargaan untuk para tokoh dunia yang berjasa di bidang fisika, kimia, fisiologi dan kedokteran, serta sastra dan perdamaian. Asal-muasal penghargaan ini adalah atas prakarsa atau tepatnya wasiat seorang tokoh bernama Alfred Nobel. Ketika Nobel meninggal dunia dan meninggalkan harta yang banyak, ia berwasiat agar kekayaannya digunakan untuk orang yang berjasa bagi kebaikan umat. Pelaksana wasiatnya adalah dua insinyur muda, Ragnar Sohlman dan Rudolf Lilljequist, yang mendirikan Yayasan Nobel untuk mengelola aset-aset kekayaan Nobel.

Sikap Nobel mewakafkan semua hartanya demi perkembangan ilmu pengetahuan dunia didorong oleh rasa penyesalannya. Sebab, dinamit temuannya justru banyak disalahgunakan manusia untuk memusnahkan sesama manusia. Padahal Nobel menciptakan dinamit bukan dengan maksud dan tujuan seperti itu. Alfred Nobel lahir di Stockholm, Swedia, 21 Oktober 1833. Sejak kecil ia sudah terbiasa bekerja keras dan gemar menimba ilmu. Minat utama Nobel adalah di bidang sastra, kimia, dan fisika. Oleh ayahnya, Nobel pernah dikirim ke luar negeri untuk belajar kimia. Selama dua tahun Nobel mengunjungi Swedia, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat. Di Paris ia bekerja di laboratorium kimiawan Prancis terkenal, Profesor T.J. Pelouze. Di sini ia bertemu kimiawan Italia yang tiga tahun lebih dahulu menemukan nitrogliserin, yakni cairan bahan peledak berdaya ledak tinggi.

Pada tahun 1863, Nobel berkonsentrasi pada pengembangan nitrogliserin sebagai bahan peledak. Namun justru bahan peledak inilah yang merenggut nyawa adiknya, Emil dan beberapa pekerja sehingga pemerintah melarang percobaan ini di Kota Stockholm. Nobel pindah ke Danau Malaren, dan memulai produksi massal pada 1864. Pada 1867, Nobel mematenkan penemuannya dengan nama dinamit. Ia juga mengembangkan sumbu ledak yang dapat dinva-lakan dengan api. Usaha ini berkembang pesat. Ekspor nitrogliserin sampai ke seluruh Eropa, Amerika, dan Australia. la mendirikan pabrik dan laboratorium di 90 tempat di lebih dari 20 negara. Ia pun banyak mendapat pujian dan penghargaan. Atas prestasinya itu, tahun 1893, Nobel mendapat gelar kehormatan Profesor Filsafat dari sebuah universitas di Swedia.

Selain sebagai penemu dan pengusaha dinamit, Nobel juga dikenal sebagai sosok yang gemar menulis puisi, cerpen, dan drama. Ia pun sering kali disebut sebagai sastrawan. Nobel tak beristri hingga kematiannya pada 10 Desember 1896 di San Reno, Italia. la meninggalkan harta yang banyak, dan dalam surat wasiatnya disebutkan bahwa simpanannya digunakan untuk memberi penghargaan dalam pencapaian fisika, kimia, fisiologi, dan kedokteran, serta sastra dan perdamaian. Penghargaan itulah yang kita kenal sekarang sebagai Penghargaan Nobel.

Penghargaan nobel dapat diberikan kepada siapa saja, baik perorangan maupun organisasi yang dianggap meberikan sumbangan besar dibidang sains maupun social, yaitu bidang Kimia, Ekonomi, Sastra, Medis, Fisika, dan Perdamaian. Sumbangannya bisa berupa hasil riset, penemuan inovatif, atau kegiatan kemanusiaan. Penghargan ini diberikan pada bidang-bidang praktikal, bukan teoritikal, sehingga matematika tidak dimasukan sebagai bidang ilmu yang layak menerima Nobel. Penghargaan Nobel bisa dibilang juga sebagai status tertinggi para tokoh dunia.

Lahir dari keinginan penemu besar dinamit, Alfred Nobel (1833-1896). Dilatari penyesalan gara-gara dinamit penemuannya dipakai untuk senjata pemusnah. Menjelang ajal, kekayaannya dipakai untuk sebuah institusi yang bisa memacu terciptanya temuan serta ide gemilang yagn bermanfaat bagi dunia. Lalu didirikanna Nobel Foundation pada tahun 1901 dan diresmikan dengna memberikan penghargaan Nobel pertama kepada 6 orang tokoh.

Tiap tahun, acara pemberian Nobel ini digelar pada tangal 10 December yang bertepatan dengan tanggal wafatnya Alfred Nobel. Acara pemberian Nobel ini digelar di Stockholme Concert Hall, Swedia. Untuk penghargaan dibidang perdamaian, acara pemberian digelar di Oslo City Hall, Norwegia.

Pemilihan peraih Nobel tidak gampang, untuk menentukan siapa yang berhak meraih Nobel melibatkan 3000 orang. Orang-orang tersebut berasal dari Lembaga Pemerintahan, Mahkamah Internasional, para Rektor, para Guru Besar, lembaga-lembaga penelitian, penerima-penerima Nobel sebelumnya, dan anggota dari Nobel Foundation di seluruh dunia. Proses ini memakan waktu setahun.

Paket penghargaan Nobel diantaranya berupa medali emas, diploma, serta uang senilai 1,3 juta USDollar.

Setiap tanggal 10 Desember Stockholm menjadi perhatian dunia. Di kota yang dingin tersebut, puluhan ilmuwan kelas dunia berkumpul untuk menyaksikan pemberian hadiah Nobel kepada para ilmuwan yang dinggap telah berjasa memberikan kontribusi penting dalam perkembangan sains. Setiap penerima hadiah Nobel tidak hanya mendapat imbalan finansial yang besar, tetapi juga tercatat namanya dalam sejarah dunia sains. Tidak heran jika para ilmuwan dunia berlomba-lomba agar dapat masuk dalam catatan sejarah bergengsi tersebut. Sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 1901, Nobel telah menjadi ajang kompetisi sains yang keras dan tidak jarang penuh intrik.


Nobel memang menggiurkan karena memberi nama harum tidak hanya bagi penerimanya, tapi juga bagi negara asal pemenang hadiah tersebut. Telah lama para ilmuwan Indonesia memimpikan munculnya pemenang Nobel asal Indonesia. Perguruan tinggi seperti ITB secara diam-diam memiliki ambisi untuk melahirkan pemenang Nobel.

Upaya untuk mendapatkan Nobel juga dilakukan beberapa ilmuwan tanah air lewat berbagai cara. Bahkan ada yang mentargetkan hadiah Nobel pada tahun 2020. Dengan mengikuti berbagai olimpiade sains, mereka mengharapkan akan muncul bibit-bibit unggul ilmuwan Indonesia yang berkiprah dalam tingkat dunia.

Ambisi untuk mendapatkan hadiah Nobel didasarkan pada asumsi sekaligus harapan bahwa pemberian Nobel bagi ilmuwan Indonesia akan berdampak pada perkembangan sains di tanah air. Pandangan ini menurut saya salah kaprah. Nobel bukanlah sebab, melainkan akibat. Berhasilnya seorang ilmuwan mendapatkan Nobel adalah hasil dari bekerjanya institusi sains di mana ilmuwan itu berada.

Nobel bukan penghargaan yang diberikan seperti lomba balap karung. Artinya yang dinilai bukanlah karya yang dihasilkan semalam suntuk, melainkan melalui proses evaluasi atas seluruh hasil kerja sang ilmuwan dan dampaknya terhadap bidang yang digelutinya. Tidak heran jika penerima Nobel pada umumnya ilmuwan yang telah berkecimpung pada satu bidang tertentu selama puluhan tahun.

Dengan kata lain, karya yang berkualitas Nobel sangat tergantung pada proses berkarya sang ilmuwan. Di sini dapat dilihat bahwa sistem atau institusi sains di mana ilmuwan itu berada sangat berpengaruh dalam menentukan apakah seseorang ilmuwan mampu menghasilkan karya berkualitas Nobel atau tidak.

Mentargetkan hadiah Nobel memang tidak salah. Tetapi mungkin ini kedengaran sedikit lucu karena Amerika Serikat yang merupakan negara penerima hadiah Nobel terbanyak tidak pernah membuat target semacam itu. Bahkan perguruan tinggi ternama seperti MIT, Harvard, maupun Caltech tidak memiliki program khusus mendapatkan Nobel. Mereka banyak memiliki professor penerima Nobel karena sistem insentif dan kondisi yang kondusif yang dinikmati para peneliti di situ. Tidak jarang ilmuwan penerima Nobel justru tadinya bekerja di perguruan tinggi lain lalu pindah (tepatnya dibajak) ke salah satu perguruan tinggi ternama tersebut.

Siapapun akan bangga jika seorang ilmuwan Indonesia berhasil mendapatkan hadiah bergengsi tersebut. Tetapi ambisi mendapatkan hadiah Nobel hanya membelokkan kita dari realitas di mana yang perlu dibenahi terlebih dahulu adalah institusi sains itu sendiri. Sejenius apapun seorang ilmuwan jika dia berada pada sistem yang tidak kondusif maka Nobel hanyalah sebuah impian.

Karena itu akan jauh lebih penting jika perhatian terhadap sains di tanah air difokuskan tidak pada ambisi prestisius tetapi pada persoalan bagaimana institusi sains kita dapat bekerja baik dan memberikan kontribusi langsung bagi masyarakat.

Berbagai permasalahan ekonomi, sosial, dan kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini membutuhkan perhatian serius dari para ilmuwan kita. Dibutuhkan kesadaran para ilmuwan kita untuk mau berpikir secara pragmatis agar institusi sains kita mampu memberikan manfaat langsung bagi masyarakat luas. Bisa jadi inilah jalan yang paling tepat bagi ilmuwan Indonesia menuju Stockholm.


1 comments:

Nychken Gilang said...

FOLLOW BLOG SAYA JUGA YA http://gilangsetiawan.blogspot.com/

Post a Comment